Perjalanan [2]

Lelaki itu baru saja menyelesaikan membaca “The Alchemist” untuk kesekian kalinya saat ponselnya bergetar hebat. Ada panggilan dari deretan nomor yang tidak bernama namun membuat jantungnya berdetak kencang. Nomor yang dia hafal di luar kepala sehingga tidak perlu dicatat di phonebook. Pernah ada satu masa dimana pemilik nomor tersebut membuat hari-harinya begitu sempurna. Pemilik nomor itu pula yang menghadiahinya “The Alchemist”, buku yang sekarang menemani perjalanannya. Hatinya bimbang, antara ingin mengangkat atau tidak. Untuk beberapa lama ponselnya terus berbunyi, hingga akhirnya mati.Ditatapnya layar ponsel yang tak lagi bergetar. Pikirannya berkecamuk, sejurus kemudian dia memutuskan untuk mengirim sebuah pesan pendek ke nomor tersebut. Pesan yang pura-pura dan tanpa sadar akan menyeretnya menuju labirin masa lalu.

“Iini siapa ya?” (08132*******)

“Kau sudah tak menyimpan nomorku, ya? Ini aku, Rena. Semoga kau tak lupa” (08596*******)

Jantungnya berdetak semakin kencang. Rena, sebuah nama yang pernah menghiasi hari-harinya beberapa tahun yang lalu. Nama yang membuatnya terjebak pada pusaran perasaan yang seharusnya tidak perlu ada. Nama itu pula yang akhirnya membuatnya pergi dan menghilang untuk beberapa waktu lamanya untuk memulihkan semua luka. Mendadak perasaan bersalah muncul sedemikan hebat. Belum sempat dibalas, sebuah pesan pendek dari nomor yang sama masuk.

“Maaf jika SMSku mengganggumu. Aku hanya ingin tahu kabarmu. Semoga kau baik2 saja.” (08596*******)

“Seharusnya aku yg minta maaf, bukan km. Aku baik2 saja nona. Skrg sedang di atas kereta hendak ke timur. Kau juga baik2 disana ya!” (08132*******)

“Aku berusaha semampuku untu tetap baik2 saja. Ya sudah teruskan perjalananmu. Semoga kau menemukan apa yg kau cari.” (08596*******)

“Ya, semoga ada sesuatu yang bisa kutemukan. Siapa tau justru aku yg akan ditemukan” (08132*******)

“Apa kamu tdk sadar dulu ada org yg kelimpungan mencarimu kesana-kemari? Ada orang yg menangis setiap hr krn kau menghilang bagai ditelan bumi, & ada org yg mengharapkan kemunculanmu hingga kini.” (08596*******)

“Maaf” (08132*******)

“Hanya maafkah yg bs kau ucapkan??? Aku tdk butuh itu Ar! Yg kubuthkan adl penjelasan langsung darimu. Aku cm pengen tau alasan dibalik semua kepergianmu.” (08596*******)

“Aku tau, kau tak akan pernah mau menjelaskan itu. Smg perjalananmu kali ini bukan dalam rangka menghilang dr seseorang seperti yg dulu kau lakukan padaku. Cukup aku saja yg mengalami pahitnya ditinggalkan tanpa pesan.” (08596*******)

“Tak usah bls sms ini jk kau hanya akan berkata maaf. Nikmatilah perjalananmu!” (08596*******)

Lelaki itu masih terdiam di kursi sambil menimang ponselnya. Pesan-pesan yang dikirimkan Rena mendadak membuat dirinya gamang. Beragam pikiran berkecamuk di kepalanya. Mendadak dia teringat ucapan Reza, sahabatnya di masa lalu yang sekarang sudah tenang di surga, “Kenapa sih lu lebih seneng menyimpan semuanya sendiri? Kalo gini terus lu bakal jadi orang yang mudah disalah pahami karena orang-orang nggak tau kebenarannya!”

“Iya Za, omonganmu terbukti benar,” gumam lelaki itu. Dia memang lebih sering memilih untuk diam dan akhirnya disalahpahami. Lelaki itu kembali terdiam, pikirannya menerawang mengingat keping-keping kenangan yang terserak. Rena, gadis yang pernah begitu dekat dengannya dan harus dia tinggalkan tanpa pesan karena satu alasan. Akhirnya setelah sekian lama terdiam, ada masanya juga dia meronta meminta penjelasan.

“Smg perjalananmu kali ini bukan dalam rangka menghilang dr seseorang seperti yg dulu kau lakukan padaku”

Dibacanya bunyi pesan itu perlahan dan berulang-ulang. Mendadak dia teringat Laras, gadis yang sangat dicintainya dan baru saja ditinggalkannya. Diketiknya sebuh pesan.

“Ras, jika nanti aku tak tau jalan pulang menujumu, tolong cari dan temukan aku!” (08132*******)

Lelaki itu memasukkan ponsel ke dalam jaketnya, kemudian menatap keluar. Semua tampak hitam dan pekat. Kereta terus bergerak dengan laju menembus gelapnya malam. Cahaya bulan nan sendu menerpa tepian jendela yang mulai berembun.

Beratus-ratus kilometer jauhnya dari kereta, seorang gadis dengan mata sembab tersenyum saat membaca sebuah pesan yang masuk ke ponselnya. Sedangkan di kota yang sebentar lagi hendak disinggahi lelaki itu, sesosok perempuan jelita menangis hebat untuk kesekian kalinya.

 

Perjalanan [1]

4 thoughts on “Perjalanan [2]

  1. lanjutan yang dulu ya? harus ada lanjutannya lagi nih… 😛

    Iya hehehe, pengen juga bikin lanjutannya. Tapi lagi mikir mau dilanjutin gimana gitu hahaha.

Leave a reply to sha Cancel reply