Pernah dengar grup folk asal Surabaya bernama Silampukau? Jika belum pernah nggak usah merasa gagal menjadi anak kekinian. Soalnya saya yang ngaku anak muda kekinian juga baru tahu tentang grup ini belum lama, haha. Tahunya pun dari postingan blog milik salah satu blogger yang tulisannya sangat asyik dibaca, Nuran Wibisono. Ya, diam-diam saya secret admirer reader blognya lho hihihi. Tulisannya renyah dibaca, namun juga berisi. Asyik lah pokoknya.
Oke, lupakan Nuran dan mari kembali ke topik perbincangan, Silampukau. Jujur, pertama baca soal Silampukau ini saya nggak terlalu ngeh. Bahkan saya kepleset membacanya menjadi silampukota ahahahaha, parah banget kan ya. Saat itu saya belum tertarik untuk mencari tahu tentang Silampukau dan bagaimana musiknya.
Lalu tibalah hari ini. Sore tadi saat membuka akun facebook, seorang kawan menautkan link youtube lagu Silampukau yang berjudul “Puan Kelana” dan menuliskan sepenggal liriknya di sana.
Ah, kau Puan Kelana, mengapa musti ke sana?
Jauh-jauh Puan kembara, sedang dunia punya luka yang sama
Aish, ini lirik manis bener. Saya pun mengeklik tautan tersebut. Tanpa menunggu lagu selesai, saya langsung memutuskan bahwa saya jatuh cinta pada pendengaran pertama dengan Silampukau. Ya semacam jatuh cinta pada pandangan pertama gitu.
Saya bukan musisi bukan pula pemerhati musik. Saya hanya pecinta lagu yang liriknya asyik dan musiknya enak. Dan buat saya Silampukau memiliki 2 kriteria tersebut. Duo gipsi tersebut menawarkan lirik yang sederhana namun metaforis dan renyah. Lirik yang tidak akan ditemukan pada band-band yang kerap bernyanyi di acara musik pagi di tivi. Rasa rindu dan sendu juga menguar dari bait-baitnya. Musiknya juga sama sederhananya. Cukup gitar akustik yang enak didengarkan. Tidak ribut. Tidak berisik. Khas grup folk.
Setelah Float, Payung Teduh, dan Banda Neira, saya akhirnya kembali menemukan musik yang enak didengar di telinga dan menenangkan bagi jiwa #tsaaaah. Nama Silampukau sendiri berasal dari kata Melayu Kuno yang artinya Kepodang, burung yang memiliki suara merdu. Sepertinya pemilihan itu memang tepat.
Dari “Puan Kelana” saya pun lantas beranjak menuju “Berbenah”
Sudah saat berbenah
Sampaikanlah doa
Kuatkan kaki kencang bertahan
Titipkan semangat pada yang telah lelah
Tegakkan kaki yang telah tertekuk
Lagi-lagi saya terpikat. Liriknya sederhana namun kaya makna. Pada bagian “Kawan, jangan terpencar. Ingatlah untuk bersandar. Pemberhentian susah diramalkan, jangan sampai terlewat,” saya langsung teringat Faa, ah! Andai dia masih ada pasti akan saya bagi lagu ini dengannya.
Sepertinya saya tak akan menulis banyak tentang Silampukau, karena saya juga belum tau banyak tentang mereka. Tapi saya sudah memutuskan, jika suatu saat mereka mengadakan konser di Jogja, saya pasti datang. Pasti.
Bagi kalian yang penasaran dengan lagu-lagu Silampukau bisa mendengarkan disini. Selamat menikmati dan selamat terpukau dengan Silampukau.
Saya benar-benar gembira menemukan tulisan ini Mbak. Saya pikir jarang sekali blogger yang menuliskan tentang musik2 bagus seperti yg dimainkan oleh musisi cutting edge. Sabtu ini mereka akan main di Malang, acara Folk Music Festival 🙂